Allah Bapa di surga,
Dari rahmat-Mu kuterima karunia
Lahir di sebuah pulau Nusantara
Jadilah aku putra Indonesia
Sepatutnya itu membuat beta bangga namun belum bisa
Beta belum bangga jadi orang Indonesia
Sebab kulihat apa yang kini nyata
Jauh dari apa yang kudamba
Aku ingin bangga jadi orang Indonesia
Melihat anak-anak segala baya
Bermain dengan riang gembira
Hidup serba sejahtera
Untuk tiap anak sebuah sekolah tersedia
Dan guru cakap mengajar dengan cinta
Aku ingin bangga jadi orang Indonesia
Melihat bahasa ditutur sesuai tata
Tua muda melafal kata serasi irama
Menulis seturut pedoman eja
Menaati ketentuan tanda baca
Bukan memakai kata rancu makna
Aku ingin bangga jadi orang Indonesia
Melihat bumi persada terpelihara
Melestarikan lingkungan hidup desa dan kota
Tidak mencemarkan air, tanah dan udara
Tidak merusak pohon dan belantara
Tidak memusnahkan satwa
Tetapi memelihara apa yang Kau cipta
Aku ingin bangga jadi orang Indonesia
Melihat nusa makmur merata
Tiap orang punya lapangan kerja
Pemukiman bersih, aman, terkelola
Warga merawat segala prasarana
Sampah terkumpul di tempatnya
Kendaraan melintas santun bertatakrama
Semua teratur dan sentosa
Melihat pemerintah bersih tidak tercela
Pemimpin bukan cuma bicara
Tetapi diam-diam terus bekerja
Demi kebaikan semua
Jadi teladan hidup sederhana
Tidak mencuri uang negara
Tidak gila harta atau gila kuasa
Tidak ada sogok apa-apa
Tidak ada dusta
Aku ingin bangga jadi orang Indonesia
Melihat suku, keturunan dan ras beraneka
Bahasa, agama dan budaya tidak sama
Saling menghormati meski berbeda
Rukun menyatu sebagai satu keluarga
Penuh dengan sikap tenggang rasa
Tetapi beta belum bisa bangga
Belum bangga jadi orang Indonesia
Sebab kulihat apa yang kini nyata
Jauh beda dari apa yang kudamba
Aku ingin bangga jadi orang Indonesia
Sebab modalku tetap ada yaitu sebuah asa
Bahwa damba bisa menjadi nyata
Melalui doa dan upaya
Itulah hidup punya makna :
Berpengharapan, berdoa dan berupaya
Meski perlu waktu seribu dasawarsa.
AMIN (LT)
II Korintus 4 : 18 yang
memberi dasar bagi pengharapan dengan membandingkan “yang kelihatan” dan “yang
tidak kelihatan” sebagai dua dimensi hidup, yaitu hidup dalam kenyataan dan
hidup dalam pengharapan. Iman adalah pergumulan yang menyakitkan karena melihat
bahwa kenyataan masih jauh berbeda dari pengharapan. Namun, iman sekaligus
adalah pergumulan yang menyembuhkan dan yang mendorong kita bergerak ke masa
depan.